Menguak Misteri Legenda Sang Penunggu Telaga Sarangan - Satu diantara banyaknya
tradisi Nusantara yang masih terpelihara di Magetan adalah labuhan sesaji di
Telaga Sarangan dan cerita mitos telaga sarangan. Acara yang
mampu mendatangkan ribuan wisatawan ini bahkan sudah dikemas semenarik mungkin,
dengan harapan supaya berdampak para sosial dan ekonomi masyarakat.
 |
Menguak Misteri Legenda Sang Penunggu Telaga Sarangan |
Namun tahukah,
munculnya tradisi satu ini tak terlepas dari legenda sang penunggu Telaga
Sarangan? Menurut masyarakat sekitar, tradisi ini sudah ada sejak ribuan tahun
silam. Masyarakat Sarangan setempat menjalankan tradisi ini secara turun
temurun dari dulu hingga sekarang.
Tradisi labuhan sesaji
dilakukan setiap Bulan Ruwah (Jawa), hari Jum’at Pon dengan prosesi utama
larung tumpeng (sesaji) ke Telaga Sarangan. Oleh Pemkab Magetan, lalu acara ini
dikemas dengan model yang lebih menarik, sehingga dapat menyedot banyak
perhatian wisatawan yang berkunjung, apalagi ketika acara tersebut dilakukan
saat hari libur.
Menurut mitos yang
tengah beredar di masyarakat, upacara labuhan sesaji ini dilakukan agar
penunggu Telaga Sarangan tidak marah. Sebab, warga percaya apabila tidak diberi
sesaji bencana alam akan datang, khususnya di daerah Sarangan itu sendiri.
Jamak di ketahui, penunggu
Telaga Sarangan adalah Kyai Pasir dan Nyi Pasir. Konon dua orang ini
adalah muksa yang berubah menjadi naga besar dan membuat Telaga Sarangan
terbentuk seperti sekarang.
Telaga Sarangan yang
menurut mitos memiliki hubungan dengan asal usul gunung lawu tersebut terkenal
sebagai objek wisata yang cukup indah dan sejuk selain itu adanya pulau
di tengah telaga sarangan. Pengunjungnya sendiri tak hanya wisatawan
domestik saja, tapi mancanegara pun juga terlihat wara-wiri di kawasan tersebut
sehingga tak jarang banyak pengusaha yang mendirikan villa di telaga sarangan
sebagai tempat menginap para wisatawan. Namun dibalik keindahannya tersebut,
Telaga Sarangan menyimpan misteri legenda yang sangat mencengangkan.
“Dahulu disebuah desa
di lereng gunung Lawu hiduplah sepasang suami-istri. Keduanya bernama Kyai
Jalilung (suami) dan Nyai Jalilung (istri). Mereka bekerja sebagai petani di
desa tersebut. Setiap harinya Nyai Jalilung mengantarkan makanan untuk suami
yang sedang di ladang.
Suatu ketika saat
selesai mencangkul di ladang, Kyai Jalilung menanti istrinya mengantarkan
makanan tapi tak kunjung datang. Akhirnya ia memutuskan untuk mencari makan
sendiri. Kemudian menemukan sebutir telur yang ada di dekat pancuran air.
Oleh Kyai Jalilung,
telur itupun dibakar dan dimakan. Baru makan separuh saja ia sudah sangat
merasa kenyang. Kemudian Nyai Jalilung datang dengan membawa makanan. Kyai
Jalilung pun bercerita bahwa ia sudah memakan separuh telur tetapi sangat
kenyang. Karena penasaran, akhirnya istrinya pun juga ikut makan sisa telur
tadi.
Saat setelah keduanya
makan telur, lalu tubuhnya pun menjadi panas. Kemudian mereka berdua
menceburkan diri kedalam pancuran air tersebut. Seketika mereka berubah menjadi
ular naga yang cukup besar. Besarnya ular naga tersebut membuat pancuran air yang
semulanya kecil menjadi sebuah telaga yang besar. Inilah yang disebut dengan
Telaga Sarangan” itulah kisah Mbah
Supar Sastrodiharjo sesepuh adat Telaga Sarangan.
Itulah tadi sekilas cerita yang sudah melegenda mengenai penunggu
telaga sarangan, di dekat telaga yang terkenal indah pemandagannya ini masih
ada lagi telaga-telaga yang eksotis namun juga menyimpan segudang misteri seperti telaga ngebel angker, dilihat dari namanya saja sudah angker bukan
dan satu lagi yaitu telaga wahyu yang asal
usul telaga wahyu juga mempunyai mitos tersendiri. Jadi jangan lewatkan
jika anda berkunjung ke telaga sarangan mampir sekalian ke telaga wahyu dan
telaga ngebel angker, oiya tiket
telaga sarangan sangat terjangkau bagi para traveller, sekian semoga
artikel ini bermanfaat.
Label: cerita telaga sarangan, jalur ke telaga saragan, legenda telaga sarangan, misteri telaga sarangan, mitos telaga sarangan, penunggu telaga sarangan, telaga sarangan, wisata telaga sarangan